Sabtu, 27 Desember 2008

kumpulan puisi

SEBUAH KUTUKAN

Bermula dari semacam keterluntaan, kau datang

Dengan kalimat-kalimat panjang, senyum yang dipaksakan

Kau datang padaku dengan sajak-sajak yang ditulis

Sebagai pernyataan. Tapi sajak adalah kutukan bagiku

Di mana ruang menjadi jurang, dan kita harus melompat ke sana

Untuk menyongsong lahirnya pengucapan baru

Betapa tersiksa membaca sajak-sajak sayupmu

Dengan segenap kesadaranku yang semakin redup

Kulihat lampu-lampu padam, seperti langkah olengmu

Yang terlepas dari pedihnya setiap penciptaan:

Sebuah kutukan, di mana keterluntaan kau dan aku

Akan menjadi bagian dari kerumunan waktu yang tak kekal Acep Zamzam Noor

(TIFA, Media Indonesia, Minggu 11 Februari 2007. Halaman 22. Puisi Acep Zamzam Noor)

WALAU

walau penyair besar

takkan sampai sebatas allah

dulu pernah kuminta tuhan

dalam diri

sekarang tak

kalau mati

mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat

jiwa membumbung dalam baris sajak

tujuh puncak membilang bilang

nyeri hari mengucap ucap

di butir pasir kutulis rindu rindu

walau huruf habislah sudah

alifbataku belum sebatas allah

1979

(O Amuk Kapak- Tiga Kumpulan Sajak Sutardji Calzoum Bahri, Penerbit: Yayasan Indonesia dan majalah HORISON. Cetakan Kedua, 2002)

SADJAK

Apakah arti sadjak ini

Kalau anak semalam batuk-batuk,

bau vicks dan kajuputih

melekat di kelambu,

Kalau isteri terus mengeluh

tentang kurang tidur, tentang

gadjiku yang tekor buat

bajar dokter, budjang dan makan sehari,

Kalau terbajang pantalon

sudah sebulan sobĕk tak terdjahit.

Apakah arti sadjak ini

Kalau saban malam aku lama terbangun :

Hidup ini makin mengikat dan mengurung.

Apakah arti sadjak ini :

Piaraan anggerĕk tricolor di rumah atau

pelarian ketjut ke hari achir?

Ah, sadjak ini,

mengingatkan aku kepada langit dan mĕga,

Sadjak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian.

Sadjak ini melupakan aku kepada pisau dan tali

Sadjak ini melupakan kepada bunuh diri.

(SIMPHONI kumpulan sadjak Subagio Sastrowardojo, Penerbit: Badan Penerbit PUSTAKA JAYA – JAJASAN JAYA RAYA, Djakarta. Cetakan Kedua, 1971)

RUMAHKU

Rumahku dari unggun-timbun sajak

Kaca jernih dari luar segala nampak

Kulari dari gedong lebar halaman

Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala

Di pagi terbang entah ke mana

Rumahku dari unggun-timbun sajak

Di sini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang

Aku tidak lagi meraih petang

Biar berleleran kata manis madu

Jika menagih yang satu.

27 April 1943

(AKU INI BINATANG JALANG – Koleksi sajak 1942-1949 oleh Chairil Anwar. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama.Cetakan keduabelas juli 2003